Tadi pagi, sewaktu siap2 berangkat ke tempat kerja, kusempatkan membuka inbox handphone saya. Ternyata ada sebuah sms yang mengingatkanku bahwa hari itu (2 mei 2011) adalah Hari Pendidikan Nasional. Baru aku sadar betapa aku sudah melupakan momen2 seperti itu. Terlintas di pikiran saya, kira2 tempat kerja saya (yang juga Instansi Pemerintah yang bukan di bawah nauangan Dinas Pendidikan) juga melaksakan upacara tidak ya? dan apakah para pegawai diinstruksikan untuk memakai seragam Korpri (yang kebetulan saya juga belum punya) tidak ya? Kok hari sabtu kemarin tidak ada instruksi apa-apa?

Dalam perjalanan menuju tempat kerja (yang berjarak sekitar 17 km dari rumah saya), saya juga melihat para pegawai yang bekerja di Instansi2 Pemerintah juga mengenakan pakaian Korpri. Sewaktu melintas di depan Kantor Pemda Kota Magelang, di lapangan juga sudah terlihat ramai oleh para peserta upacara. Sekolah2 yang jaraknya jauh dari kantor Pemda dan kantor kecamatan juga melaksanakan upacara di tempat masing2.

Ki Hajar Dewantoro

Ketika melintas di depan Kantor Kecamatan Tempuran (dekat tempat saya bekerja), sengaja kuperlambat laju sepeda motor yang saya kendarai. Sambil tolah-toleh apakah kawan2 berada disana untuk ikut upaca atau tidak. Setibanya di halaman kantor, ternyata para pegawai di kantor saya baru saja melaksanakan apel pagi seperti biasa dan segera bubar masuk ke bagian masing2. Ternyata tidak ada upacara di kantor saya (atau sekedar ikut upacara di Kantor Kecamatan Tempuran).

Kemudian saya mencoba untuk mengingat-ingat, sebenarnya mengapa tanggal 2 mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Yang jelas memperingati Ki Hajar Dewantoro. Hari kelahirannya atau wafatnya? Apa bedanya dengan Hari Kebangkitan Nasional? Setelah membuka beberapa referensi, ternyata hari ini memperingati hari kelahiran beliau. Tokoh yang memperjuangkan Pendidikan di Indonesia pada jaman penjajahan Belanda. Dan kemudian terkenal dengan slogan:

Ing ngarso sung Tulodo

Ing madyo mangun Karso

Tutwuri Handayani.

Nah, sekarang coba kita lihat dunia pendidikan (dunia yang diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantoro) di Indonesia saat ini. Bagaimana keadaanya? Sepertinya masih sangat jauh dari yang diharapkan. Kita bisa melihat dari berita-berita di TV menyangkut kecurangan-kecurangan lembaga pendidikan berkaitan dengan Ujian Nasional, perilaku sebagian siswa dan anggota masyarakat (yang merupakan hasil dari proses pendidikan nasional) yang kurang bermoral, kondisi fisik sekolah di daerah yang memprihatinkan.

Dalam hal kecurangan ketika menghadapi Ujian Nasional, ternyata bukan hanya melibatkan siswa saja. Akan tetapi, para guru mapel yang diuji nasionalkan, dan juga pihak lembaga sekolah juga ikut andil dalam aksi kecurangan tersebut. Pada Ujian Nasional di pada tahun kemarin dan kemarinnya lagi banyak ditemukan kecurangan2 yang melibatkan pihak sekolah tersebut.

Untuk tahun ini diharapkan semoga tingkat kecuranggan tersebut menurun, dengan berubahnya metode penilaian kelulusan siswa yang mengikut sertakan nilai raport dan ujian sekolah sebagai bahan pertimbangan kelulusan siswa. Akan tetapi, dengan metode ini ternyata juga melahirkan masalah baru. Yaitu, ada beberapa sekolah yang kemudian mengganti nilai raport agar nilai rata2 menjadi naik. Ironis memang.

Dalam hal moral anak bangsa, sudah tidak asing lagi bagi kita ketika diberitakan beredarnya video mesum yang dimainkan oleh siswa-siswi SLTA atau bahkan SLTP. Beberapa hari kemarin saya sempat prihatin bercampur sedih ketika menonton sebuah berita lokal di Stasiun TV Jawa Timur, disitu diberitakan seorang siswi kelas 6 SD terancam tidak mengikuti UASBN (Ujian Nasional) dikarenakan sedang mengandung 2 bulan. Entah siapa yang menyebabkannya. Sesaat kemudian TV tersebut memberitakan seorang siswi SLTA yang ditangkap oleh aparat kepolisian dikarenakan menjual teman-teman perempuannya kepada Germo untuk dilacurkan. Sebegitu parahkan anak2 negeri ini?

Memprihatinkan

Sebenarnya para pelajar dari Indonesia tidaklah terlalu buruk ketika dilihat dari prestasi yang ditorehkan dalam ajang perlombaan pengetahuan di luar negeri. Buktinya ada beberapa delegasi dari Indonesia yang menjuarai Olimpiade Fisika, Matematika, Kontes Robot, dll. Apakah peran Pemerintah yang kurang maksimal dalam hal menggapai cita2 bangsa Indonesia yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dilihat dari APBN yang meningkat untuk pendidikan menjadi 20 %, sepertinya sudah terlihat adanya kepedulian dari pihak Pemerintah. Akan tetapi, apakah pengalokasian dana tersebut sudah tepat sasaran? Mengapa masih banyak bangunan Sekolah Dasar di daerah yang kondisi fisiknya sedemikan parah? Dan juga mengapa biaya pendidikan masih terasa berat? Tentunya Pihak Kementrian dan Dinas2 Pendidikan yang berada di daerah yang berperan penting dalam hal tersebut.

Lantas apakah hanya mereka yang memangku jabatan di Instansi Pendidikan yang bertanggung jawab atas belum berhasilnya proses Pendidikan di Indonesia?

Kalau kita mau mengikuti apa yang dilahirkan oleh Bapak Pendidikan kita (Ki Hajar Dewantoro) yang kemudian menjadi sebuah konsep luar biasa dan sangat universal tersebut, tentunya semua pihak harus ikut bertanggung jawab atas keadaan tersebut.

Ing Ngarso Sung Tulodo : Yang berada didepan, memberikan contoh dan teladan yang baik. Dan juga memberikan kepedulian. Artinya yang memangku jabatan di Dinas Pendidikan agar supayan lebih memahami dan lebih mau bekerja keras untuk keberhasilan pendidikan di Indonesia

Ing Madyo Mangun Karso : Yang berada di tengah, para guru dan karyawan sekolah dapat membangun kerja sama dengan Dinas Pendidikan demi tercapainya tujuan mencerdasakan kehidupan bangsa. Demikian juga peran para orang tua/wali murid yang tak kalah penting dalam hal mengawasi dan mengarahkan anak2 kita.

Tutwuri Handayani : Sebagai siswa yang dicap sebagai penganut Tutwuri Handayani (ditandai dengan emblem yang mereka kenakan pada seragam sekolah). Tentunya, mematuhi aturan sekolah, perintah guru dan berusaha belajar segiat mungkin menjadi tugas anda2 skalian.

Jika semua mau bekerja keras, dan didukung dengan arah yang jelas serta kemauan kuat, semua menjadi mungkin terjadi. Tercapainya tujuan “mencerdaskan kehidupan bangsa” tentunya bukan hanya khayalan semata.

Catatan : Maaf kalau tidak disertai dengan data2 yang akurat dan referensi yang jelas.

Magelang, 2 Mei 2011

Kharis Al Faqier